Sekitar 100 tahun sebelum terjadinya pandemi COVID-19 yang berawal dari Wuhan-Tiongkok, dunia juga pernah mengalami sebuah pandemi hebat yang mematikan bagi manusia. Pandemi ini dikenal dengan nama Flu Spanyol. Penularan Flu Spanyol pada tahun 1918 menyebar begitu cepat ke berbagai negara, dimana pada tahun tersebut dunia sedang dilanda Perang Dunia I yang membuat penyebaran pandemi ini semakin sulit dikendalikan. Tak terkecuali Indonesia yang pada masa itu masih di bawah Kolonial Hindia Belanda, juga ikut tertular pandemi Flu Spanyol. Banyak estimasi yang menyebutkan bahwa korban meninggal akibat flu ini di Hindia Belanda mencapai 1,5 juta jiwa (Chandra, 2013). Catatan Wibowo dkk dalam buku Yang Terlupakan: Pandemi Influenza 1918 di Hindia Belanda (2009) dikutip dari tirto.id menyebutkan hal ini terjadi akibat sifat abai pemerintah Hindia Belanda dalam melarang lalu lintas manusia dan barang yang masuk dari negara lain melalui pelabuhan. Akibatnya, pandemi Flu Spanyol masuk ke Hindia Belanda. Padahal sebelumnya sudah diperingatkan oleh Konsul Belanda di Singapura untuk tidak dahulu menerima kapal-kapal khususnya dari Hongkong karena berpotensi terjadinya penularan flu Spanyol yang dibawa oleh para imigran.
Cerita di atas mengenai abainya pemerintah Hindia Belanda menutup pintu masuk pelabuhan terhadap lalu lintas orang asing memberikan pelajaran bahwa pintu masuk negara dalam hal ini pelabuhan, bandara, dan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) merupakan kunci mencegah masuknya pandemi COVID-19 ke Indonesia. Apalagi kita ketahui bersama bahwa penularan COVID-19 ini terjadi dari manusia ke manusia. Tahun 2020 tentu sangat berbeda dengan tahun 1918 dimana kini transportasi sudah begitu modern dan masif. Mobilisasi manusia terjadi begitu cepat setiap waktunya, bahkan untuk mobilisasi antar negara. Tak heran jika penyebaran COVID-19 terjadi begitu cepat, merebak dari Benua Asia ke seluruh benua lainnya. Maka dari itu, fungsi perbatasan atau pintu masuk di saat pandemi bukan hanya sebatas fungsi kontrol yang mengatur lalu lintas manusia dan barang, melainkan juga menjadi pengendali penyebaran COVID-19.
Dalam hal perbatasan dan pintu masuk, Indonesia nampaknya terlihat abai. Pada rentang bulan Januari dan Februari 2020, beberapa negara sudah mulai mengumumkan kasus pertama COVID-19 di negaranya dan bersiap “berperang” melawan virus ini. Negara-negara lain juga sudah mulai memperketat lalu lintas masuk manusia di perbatasannya. Beberapa negara yang bertetangga dengan Iran (Afghanistan, Irak, Turki, Pakistan), misalnya, bahkan menutup perbatasannya. Sementara pada rentang waktu yang sama, pemerintah Indonesia masih mengklaim tidak ditemukannya kasus COVID-19 di Indonesia dan belum ada pengetatan perbatasan ataupun pembatasan penerbangan dari luar negeri. Pelarangan penerbangan dari seluruh Tiongkok baru berlaku tanggal 5 Februari 2020, walaupun sebelumnya juga sempat melarang pendatang yang berasal dari Provinsi Hubei (Djalante Dkk, 2020). Padahal pada saat itu, di negara tetangga Indonesia semisal Malaysia dan Singapura, sudah ditemukan kasus COVID-19. Alih-alih memperketat perbatasan atau membatasi lalu lintas manusia di pintu masuk Indonesia, menjelang akhir Februari 2020 pemerintah malah berencana mengguyur insentif untuk sektor pariwisata sebesar 298,5 miliar demi menggenjot wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia. Rencana ini tentu berbanding terbalik dengan negara-negara lain yang berlomba memperketat pintu masuk negaranya. Namun, rencana ini tidak dapat berjalan mulus karena pada tanggal 2 Maret 2020 Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus COVID-19 pertama yang terjadi di Indonesia.
Pengelolaan Perbatasan dan Pintu Masuk Indonesia di Masa Pandemi
Pertanyaan yang diajukan dalam tulisan ini adalah langkah apa saja yang sudah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mengelola perbatasan dan pintu masuk wilayahnya di masa pandemi COVID-19? Berdasarkan pengamatan penulis sedikitnya ada empat hal yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia menyikapi masa pandemi ini, meskipun banyak kritik yang menilai bahwa langkah-langkah yang diambil pemerintah cenderung terlambat dibanding negara lainnya. Pertama, alih-alih menutup perbatasan dan pintu masuk ke wilayah Indonesia bagi lalu lintas manusia di masa pandemi COVID-19, Indonesia lebih memilih memperketat pengawasan di perbatasan dan pintu masuk (pelabuhan dan bandara). Namun, pada 5 Maret 2020 pemerintah menetapkan travel ban bagi pendatang yang dalam 14 hari terakhir melakukan perjalanan ke wilayah Iran, Italia, dan Korea Selatan, setelah sebelumnya telah lebih dulu melarang penerbangan dari Tiongkok.
Kedua, pemerintah meluncurkan protokol penanganan COVID-19 di pintu masuk wilayah Indonesia (bandara, pelabuhan, dan PLBN) pada tanggal 6 Maret 2020 (ksp.go.id). Protokol semacam ini seharusnya sudah diluncurkan dan diterapkan sejak bulan Januari ketika wabah COVID-19 dari Wuhan mulai merebak ke seluruh dunia. Perlu dipahami bersama bahwa protokol merupakan “senjata” utama bagi petugas lapangan yang berada di wilayah perbatasan dan pintu masuk wilayah Indonesia. Tanpa protokol yang jelas, maka akan sangat sulit untuk mengendalikan penyebaran COVID-19 yang masuk ke Indonesia.
Ketiga, Kepala Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) mengeluarkan Surat Nomor BWN/86.03/734/III/2020 tertanggal 18 Maret 2020 kepada Panglima TNI tentang pengetatan pengawasan titik perlintasan antar negara dalam pencegahan COVID-19. Dalam surat tersebut BNPP berharap kerja sama Satgas Perbatasan Negara (Pamtas) untuk memperketat pengawasan titik-titik perlintasan antarnegara yang tidak berstatus sebagai perlintasan resmi. Selain itu, juga meminta dukungan dari Satgas Pamtas untuk membantu pemeriksaan di titik perlintasan yang belum berstatus sebagai PLBN tetapi sudah resmi sebagai tempat pemeriksaan dan pelayanan lintas batas.
Keempat, membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Percepatan Penanganan COVID-19 di lingkungan BNPP yang disahkan melalui Keputusan Kepala BNPP Nomor: PWS/81.04/830/IV/2020 tertanggal 7 April 2020. Dalam pelaksanaannya, gugus tugas BNPP terbagi dalam 2 kelompok kerja (Pokja) yang bertugas melakukan pendataan kebutuhan kecamatan lokasi prioritas pengelolaan perbatasan negara dan pendataan kebutuhan pos lintas batas negara. Namun, yang sangat disayangkan adalah pembentukan gugus tugas BNPP ini baru terbentuk setelah lebih satu bulan dari kasus pertama COVID-19 di Indonesia diumumkan. Padahal tugas utama Satgas ini adalah mendata kebutuhan-kebutuhan yang terkait dengan pencegahan dan penanganan COVID-19 di wilayah perbatasan. Seharusnya, pendataan tersebut dilakukan sejak awal ketika kasus COVID-19 mulai terjadi di Indonesia. Sehingga, dari data-data yang terkumpul dapat ditetapkan rencana operasi yang tepat dan berguna untuk menghadapi COVID-19 di wilayah perbatasan. Hingga tulisan ini dibuat, hasil pendataan Satgas BNPP mengungkapkan bahwa kurangnya sarana dan prasarana medis untuk penanganan COVID-19 menjadi masalah di kawasan perbatasan. Setidaknya, dua pertiga dari 222 kecamatan di wilayah perbatasan mengalami hal tersebut (cnnindonesia.com).
Langkah Ke Depan dalam Pengelolaan Perbatasan di Masa Pandemi
Jika pandemi COVID-19 semakin mengkhawatirkan penyebarannya, pemerintah pusat harus berani mengambil langkah tegas untuk menutup sementara seluruh perbatasan dan pintu masuk ke Indonesia. Langkah ke depan, pemerintah harus mempunyai prosedur dan protokol resmi berkekuatan hukum yang dapat terus digunakan untuk mengelola wilayah perbatasan dan pintu masuk Indonesia di saat adanya wabah penyakit menular. Dengan demikian, tindakan pencegahan dini akan berjalan lebih cepat dan efektif guna mengendalikan penyebaran wabah ini. Kemudian, pemerintah pusat harus cepat merespon kepentingan dan kebutuhan pemerintah daerah yang wilayahnya memiliki perbatasan dengan negara tetangga. Jika tidak, dikhawatirkan pemerintah daerah akan mengambil langkah yang tidak sejalan dengan pemerintah pusat dalam menangani perbatasan negara di masa pandemi. Terakhir, perlu adanya MoU atau protokol bersama dengan negara tetangga yang berbatasan darat atau laut untuk menghadapi pandemi COVID-19 atau wabah penyakit menular lainnya di kemudian hari. Hal ini penting sebagai wujud transparansi dan pertukaran informasi di wilayah perbatasan negara, juga sebagai upaya pencegahan dini. (Anta Maulana Nasution)
Referensi
cnnindonesia.com. (2020, 17 April) Peralatan Medis di Perbatasan Tak Memadai. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200417151030-20-494585/peralatan-medis-di-perbatasan-tak-memadai-untuk-covid-19 (Diakses 18 April 2020).
Djalante, R., Lassa, J., Setiamarga, D., Sudjatma, A., Indrawan, M., Haryanto, B., Mahfud, C., Sinapoy, M. S., Djalante, S., Rafliana, I., Gunawan, L. A., Surtiari, G., & Warsilah, H. (2020). Review and analysis of current responses to COVID-19 in Indonesia: Period of January to March 2020. Progress in Disaster Science, 6, 100091. https://doi.org/10.1016/j.pdisas.2020.100091
Ksp.go.id. (2020, 6 Maret) Pemerintah Terbitkan Protokol Kesehatan Penanganan Covid-19. http://ksp.go.id/pemerintah-terbitkan-protokol-kesehatan-penanganan-covid-19/index.html (Diakses 18 April 2020).
Siddharth Chandra (2013) Mortality from the influenza pandemic of 1918–19 in Indonesia, Population Studies: A Journal of Demography, 67:2, 185-193, DOI: 10.1080/00324728.2012.754486
Tirto.id. (2020, 17 Maret). Karena Abai Peringatan Dini Flu Spanyol Mewabah di Hindia Belanda. https://tirto.id/karena-abai-peringatan-dini-flu-spanyol-mewabah-di-hindia-belanda-eFve (Diakses 17 April 2020).